masalah etis seputar konsumen

| Jumat, 05 April 2013

MASALAH ETIS SEPUTAR KONSUMEN

B.CONTOH KASUS
Contoh yang kami ambil adalah mengenai kasus –kasus masalah etika bisnis menyangkut
konsumen yaitu : Kasus Ledakan gas elpiji yang beberapa waktu lalu ramai menjadi berita.

C.MASALAH ETIS SEPUTAR KONSUMEN
I.Perhatian untuk konsumen
Kesadaran akan kewajiban bisnis terhadap para konsumen belum begitu lama timbul dalam dunia bisnis dan di banyak tempat belum berakar dalam dan belum begitu kuat . Suatu bisnis dimulai dengan mencurahkan segala perhatianya kepada produk yang dihasilkan bukan kepada konsumen .
Hak – hak konsumen yang dipandang sebagai jalan masuk yang tepat dalam masalah etis seputar konsumen sangat diperlukan . Hak – hak tersebut adalah sebagai berikut:
•Hak atas Keamanan
Banyak produk mengandung risiko tertentu untuk konsumen, khususnya risiko untuk kesehatandan keselamatan. Sebagai contoh dapat disebut pestisida, obat-obatan, makanan, dan lainnya. Salah satu contohnya, Pestisida yang dipakai oleh petani bisa menimbulkan risiko untuk kesehatan untuk si petani apabila menghirup bahan kimia tersebut. Obat bisa mempunyai efek samping yang tidak terduga oleh konsumen. Makanan bisa mengandung zat pengawet atau zat pewarna yang dapat merugikan kesehatan konsumen dengan misalnya—mengakibatkan penyakit kanker. Oleh karena itu, konsumen memiliki hak atas produk yang aman, artinya produk yang tidak mempunyai kesalahan teknis atau kesalahan lainnya yang bisa merugikankesehatannya atau bahkan membahayakan hidupnya. Bila sebuah produk karena hakikatnya selalu mengandung risiko, maka risiko itu harus dibatasi sampai tingkat seminimal mungkin.
•Hak atas Informasi
Konsumen berhak mengetahui segala informasi yang relevan yang mengenai produk yangdibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu (bahan bakunya, umpamanya), maupun bagaimana cara memakainya, maupun juga risiko yang menyertai pemakaiannya. Hak inimeliputi segala aspek pemasaran dan periklanan. Jika suatu produk diberi garansi untuk jangka waktu tertentu, segala syarat dan konsekuensinya harus dijelaskan secara lengkap. Semua informasi yang disebut pada label sebuah produk haruslah benar: isinya, beratnya, tanggal kadaluarsa, ciri-ciri khusus, dan sebagainnya. Informasi yang relevan seperti “Makanan ini halal untuk umat Islam” atau “Makanan ini tidak mengandung kolesterol” harus sesuai dengan kebenaran.
•Hak untuk memilih
Walaupun hak pertama dan kedua tadi bisa dianggap paling penting, masih ada hak lain yang pantas dimiliki konsumen. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, di mana kompetisi merupakan unsure hakiki, konsumen berhak untuk memilih antara pembagai produk dan jasa yang ditawarkan. Kualitas dan harga produk bisa berbeda. Konsumen berhak untuk membandingkannya, sebelum mengambil keputusan untuk membeli.
•Hak untuk didengarkan
Karena konsumen adalah orang yang menggunakan produk dan jasa, ia berhak bahwa keinginannya tentang produk dan jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan, terutama keluhannya. Hal itu berarti juga bahwa para konsumen harus dikonsultasikan, jika pemerintah ingin membuat peraturan atau UU yang menyangkut produk dan jasa tersebut. Hak konsumen ini tidak boleh dimengerti sebagai hak dalam arti sempit. Hak-hak ini bukan merupakan hak legal yang dapat dituntut di pengadilan. Hak – hak konsumen ini hendaknya dipahami sebagai cita-cita atau tujuan yang harus direalisasikan dalam masyarakat. Dapat dikatakan pula bahwa empat hak tadi menggambarkan secara lengkap posisi konsumen terhadap produsen. Sedikitnya dua hak telah ditambahkan dari pernyataan oleh Presiden John F.Kennedy antara lain adalah:
•Hak lingkungan hidup
Melalui produk yang digunakannya, konsumen memanfaatkan sumber daya alam. Ia berhak bahwa produk yang dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan pencemaran lingkungan atau merugikan keberlanjutan proses-proses alam. Konsumen boleh menuntut bahwa dengan memanfaatkan produk ia tidak akan mengurangi kualitas kehidupan di bumi ini. Dengan kata lain, konsumen berhak akan produk yang ramah lingkungan.
•Hak konsumen atas pendidikan
Tidak cukup hanya dengan konsumen memiliki hak, tetapi konsumen tersebut juga harus menyadari haknya. Bahkan menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik atau keluhannya, bila haknya dilanggar. Karena itu konsumen mempunyai hak juga untuk secara positif dididik kearah itu. Terutama di sekolah dan media massa, masyarakat harus dipersiapkan menjadi konsumen kritis dan sadar akan haknya. Dengan demikian ia sanggup memberikan sumbangan yang bearti kepada mutu kehidupan ekonomi dan mutu bisnis pada umumnya.
Semua hak ini juga ada terdapat pada UU tentang perlindungan konsumen yang dimiliki Indonesia semenjak April 1999, ditambah dengan beberapa hak lain seperti hak untuk mendapatkan advokasi serta perlindungan dan hak untuk mendapatkan ganti rugi atau penggantian bila produk tidak dalam keadaan semestinya. Hanya bisa disayangkan bahwa hak lingkungan hidup tidak disebut. Mungkin hal itu menunjukkan masih rendahnya kesadaran lingkungan hidup di masyarakat kita. Seharusnya hak lingkungan hidup menjadi salah satu hak konsumen yang paling mendesak, sebab hak-hak lain lebih mudah terlindungi, padahal hak ini menyangkut masa depan kita bersama.
II.Tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman.
Topik ini disebut juga sebagai product liability pada literature etika bisnis Amerika. Hal ini menyinggung mengenai apakah produsen bertanggung jawab, bila produknya mengakibatkan kerugian bagi konsumen dan kalau memang begitu, apa yang menjadi dasar teoritis untuk tanggung jawab tersebut. Untuk mendasarkan tanggung jawab produsen, telah dikemukakan tiga teori yang mengandung nuansa yang berbeda: teori kontrak, teori perhatian semestinya, dan teori biaya social. Tiga pandangan ini menyediakan dasar teoritis bagi pendekatan etis maupun yuridis mengenai hubungan produsen-konsumen, khusus dalam hal tanggung jawab atas produk yang ditawarkan oleh produsen dan dibeli oleh konsumen.
•Teori Kontrak
Menurut pandangan ini hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya dilihat sebagai semacam kontrak dan kewajiban produsen terhadap konsumen didasarkan atas kontrak itu. Dimana konsumen membeli produk, ia seolah-olah mengadakan kontrak dengan perusahaan yang menjualnya. Perusahaan dengan tahu dan mau menyerahkan produk dengan ciri-ciri tertentu kepada si pembeli dan si pembeli membayar jumlah uang yang disetujui. Karena kontrak diadakan secara bebas, produsen berkewajiban menyampaikan produk dengan ciri-ciri tersebut (bukan sesuatu yang berbeda) dan si konsumen berhak memperoleh produk itu setelah sejumlah uang dilunasi menurut cara pembayaran yang telah disepakati. Kontrak yang dibuat antara si produsen dengan konsumen harus sah dan untuk menjadi sah, kontrak harus memenuhi beberapa syarat. Ada tiga syarat yaitu pertama, kedua belah pihak harus mengetahui betul baik arti kontrak maupun sifat-sifat kontrak. Kedua, antara kedua belah pihak harus melukiskan dengan benar fakta yang menjadi objek kontrak. Ketiga, tidak boleh terjadi, kedua belah pihak mengadakan kontrak karena dipaksa atau karena pengaruh yang kurang wajar seperti ancaman. Karena merupakan kontrak, transaksi jual-beli mengandung hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak, baik produsen maupun konsumen. Jika dipandang khusus dari segi produsen, bisa dikatakan bahwa bisnis mempunyai kewajiban-kewajiban berikut. Kewajiban paling penting adalah melaksanakan kontrak sesuai dengan ketentuannya. Lalu kewajiban lainnya adalah menjamin agar produk mempunyai ciri-ciri yang diharapkan konsumen dimana produk: harus bisa diandalkan, berarti berfungsi seperti semestinya; dapat digunakan selama periode waktu yang diharapkan; dapat dipelihara atau diperbaiki bila rusak; aman dan tidak membahayakan kesehatan atau keselamatan si pemakai. Tidak seluruhnya hubungan produsen-konsumen selalu berlangsung dalam kerangka kontrak. Sehingga ada tiga keberatan menyangkut teori ini:
a)Teori kontrak mengandaikan bahwa produsen dan konsumen berada pada taraf yang sama.
Tetapi pada kenyataannya tidak terdapat persamaan antara produsen dan konsumen, khususnya dalam konteks bisnis modern. Produsen mengenal seluk-beluk dari satu produk saja atau sejumlah produk. Sedangkan konsumen menghadapi banyak sekali produk sejenis sekaligus. Ia tidak mempunyai keahlian maupun waktu untuk membandingkan dan memeriksa semua produk itu satu demi satu dan bergantung pada informasi dan bonafiditas pihak produsen. Prinsip “hendaklah si pembeli berhati-hati” tidak mungkin berfungsi sebagai satu-satunya prinsip dalam relasi produsen-konsumen.
b)Kritik kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandaikan hubungan langsung antara produsen dan konsumen padahal konsumen pada kenyataannya jarang sekali berhubungan langsung dengan produsen. Hampir selalu antara produsen dan konsumen terdapat jaringan luas yang terdiri atas pemasok, distributor, dan pengecer.
c)Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik.
Kalau perlindungan terhadap konsumen hanya bergantung pada ketentuan dalam kontrak, maka bisa saja terjadi bahwa konsumen terlanjur menyetujui kontrak jual-beli, padahal di situ tidak terjamin bahwa produk bisa diandalkan, akan berumur lama, akan bersifat aman, dan sebagainya. Bila konsumen dengan “bebas” mengadakan kontrak jual-beli, hal itu belum berarti juga bahwa perlindungan konsumen sudah terlaksana.
•Teori Perhatian Semestinya
Pandangan ini disebut juga sebagai the due care theory dan diartikan dengan penekanan pada kata perhatian yang harus dipahami sebagai perhatian yang efektif dan bersedia mengambil tindakan seperlunya. Pandangan ini menyatakan bahwa konsumen selalu berada pada posisi lemah, karena produsen mempunyai jauh lebih banyak pengetahuan dan pengalaman tentang produk yang tidak dimiliki oleh konsumen. Kepentingan konsumen di sini dinomorsatukan. Karena produsen berada dalam posisi yang lebih kuat dalam menilai produk, ia mempunyai kewajiban menjaga agar si konsumen tidak mengalami kerugian dari produk yang dibelinya. Produsen bertanggung jawab atas kerugian yang dialami si konsumen dengan memakai produk, walaupun tanggung jawab itu tidak tertera dalam kontrak jual-beli atau bahkan disangkal secara eksplisit. Teori ini memfokuskan pada kualitas produk serta tanggung jawab produsen. Karena itu tekanannya bukan pada segi hukum saja tetapi juga pada etika dalam arti luas. Norma dasar  yang melandasi pandangan ini adalah bahwa seseorang tidak boleh merugikan orang lain dengan kegiatannya. Norma ini dapat diberi fondasi lagi, baik dalam teori etika yang disebut deontology (dan teori hak) , utilitarianisme, maupun teori keadilan. Semua usaha untuk membenarkan norma “tidak merugikan” ini dapat diterima, sehungga teori ini memiliki basis yang teguh. Pendasaran berbeda-beda itu dapat di uraikan sebagai berikut :
a) Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan atas teori deontology (dan teori hak). Sebab, kita selalu harus memperlakukan orang lain sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah boleh memperlakukan dia sebagai sarana belaka. Karena itu orang lain mempunyai hak positif untuk dibantu, jika ia tidak bisa membantu dirinya. Produsen yang tidak memperhatikan konsumen, akan mengorbankan dia pada tujuannya sendiri.
 b)Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan pula atas teori utilitarianisme, khususnya utilitarianisme aturan, karena jika norma ini diterima, setiap orang dalam masyarakat akan beruntung.
c)Akhirnya, norma ini didasarkan juga atas teori keadilan, khususnya menurut pandangan John Rawls. Sebab, dalam original position di mana kita berada dibalik veil of  ignorance kita akan memilih norma ini demi kepentingan diri sendiri. Pandangan ini bukannya tidak memiliki kelemahan. Ada dua kelemahan yaitu pertama, tidak gampang untuk menentukan apa artinya “semestinya”, bila kita katakan bahwa produsen harus memberikan “perhatian semestinya”. Kedua, produsen memang tahu lebih banyak tentang suatu produk daripada konsumen, tetapi pada akhirnya pengetahuannya terbatas juga. Produsen tidak selalu mengetahui semua akibat negative sebuah produk. Kadang-kadang terjadi, akibat negative sebuah produk baru tampak setelah lama dipakai.
•Teori Biaya Sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggung jawab atas semua kekurangan produk dan setiap kerugian yang dialami konsumen dalam memakai produk tersebut. Hal itu berlaku juga, jika produsen sudah mengambil semua tindakan yang semestinya dalam merancang serta memproduksi produk bersangkutan atau jika mereka sudah memperingatkan konsumen tentang risiko yang berkaitan dengan pemakaian produk. Menurut para pendukung teori ini semua akibat negative dari produk harus dibebankan kepada produsen. Hal itu mereka lihat sebagai satu-satunya cara untuk memaksakan para produsen membuat produk-produk yang aman saja. Teori ini merupakan dasar bagi ajaran hukum ynag disebut strict liability (tanggung jawab ketat). Ada beberapa kritik yang dikemukakan terhadap teori ini yaitu pertama, teori ini tampaknya kurang adil, karena mengganggap orang bertanggung jawab atas hal-hal yang tidak diketahui atau tidak bisa dihindarkan. Menurut keadilan kompensatoris, orang harus bertanggung jawab atas akibat perbuatannya yang diketahui dapat terjadi dan bisa dicegah olehnya. Hanya atas syarat ini orang harus memberi ganti rugi. Kedua, teori ini membawa kerugian ekonomis. Bila dipraktekkan, produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap klaim kerugian dan biaya asuransi itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak terpikul lagi oleh banyak perusahaan. Ketiga, sepintas memang teori ini merupakan teori terbaik untuk melindungi konsumen tetapi  pada kenyataannya, konsumen malah dirugikan kalau teori ini dipraktekkan. Akan banyak tuntutan ganti rugi sehingga produk jadi mahal dan juga teori ini kurang memperhatikan tanggung jawab konsumen sendiri, padahal konsumen juga semestinya bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri atas pemakaian produk yang misalnya telah diperingatkan sebelumnya oleh produsen.
III.Tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen.
Ada tiga kewajiban moral lainnya pada konsumen yang berkaitan dengan kualitas produk, harga, dan pemberian label serta pengemasan.
•Kualitas produk
Kualitas produk yang dimaksudkan adalah bahwa produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh produsen dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen. Konsumen berhak atas produk yang berkualitas, karena mereka membayar lebih untuk itu. Produsen berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas , misalnya produk yang tidak kadaluarsa. Salah satu cara yang biasa ditempuh untuk menjamin kualitas adalah memberikan garansi: garansi eksplisit dan garansi implicit. Garansi eksplisit kalau terjamin begitu saja dalam keterangan yang menyertai produk. Biasanya garansi ini menyangkut cirri-ciri produk, masa pemakaian, kemampuannya, dan sebagainya. Bila produk rusak dalam jangka waktu tertentu, si penjual melibatkan diri untuk memperbaikinya atau menggantikannya dengan produk baru. Garansi bersifat implicit, kalau secara wajar bisa diandaikan, sekalipun tidak dirumuskan dengan terang-terangan. Hal ini terjadi, bila dalam iklan atau promosi tentang produk dibuat janji tertentu atau bila konsumen mempunyai harapan sesuai dengan hakikat produk.
•Harga
Harga yang ditekankan disini adalah harga yang adil dimana sudah merupakan kenyataan ekonomis yang sangat kompleks dan ditentukan oleh banyak faktor sekaligus. Harga merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya pasar. Tapi bukan hanya pasar jaga merupakan satu-satunya prinsip untuk menetapkan harga yang adil, sebagaimana yang dipikirkan pada liberalism. Agar menjadi adil, harga tidak boleh merupakan buah hasil mekanisme pasar yang murni. Ada beberapa alasan, pertama, pasar praktis tidak pernah sempurna. Kedua, disini juga para konsumen sering kali dalam posisi lemah untuk membandingkan harga serta menganalisis semua faktor yang turut menentukan turunnya harga. Ketiga, alasan terpenting adalah bahwa cara menentukan harga menurut mekanisme pasar saja bisa mengakibatkan fluktuasi harga terlalu besar sehingga stabilitas harga tidak terjaga padahal hal tersebut penting.
•Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk merupakan aspek bisnis yang semakin penting. Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan produk dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan produk, terutama di era modern ini. Pengemasan dibuat semenarik mungkin untuk meraih banyak pembeli, selain itu pengemasan dan label juga memberi informasi tentang produk sehingga pengemasan dan labeldapat menimbulkan masalah etis. Dalm konteks ini tuntutan etis yang pertama ialah bahwa informasi yang disebut pada kemasan itu benar. Tuntutan etis lainnya adalah bahwa pengemasan tidak boleh menyesatkan konsumen. Misalnya, kemasannya terlihat besar tapi isinya tidak  banyak / kecil/ tidak sesuai kemasannya. Tidak selalu dapat dipastikan dengan tepat kapan cara pengemasan bisa dianggap menyesatkan. Karena sulit menarik garis batas toleransi akan kemasan yang menyesatkan, konsumen tetap kritis dalam memantau masalah etis ini dan instansi pemerintah selalu mendukung pengembangan sikap kritis konsumen.

D.CONTOH KASUS
Kasus Ledakan Tabung Gas Elpiji
Ledakan elpiji pada penggunaan tabung gas berukuran tiga kilogram masih kerap kali terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Kasus itu muncul sejak penggunaan sarana penunjang kompor gas itu diperkenalkan tahun 2008. Apakah yang salah dengan sistem tabung tersebut? Introduksi penggunaan gas petroleum cair (LPG atau elpiji) dua tahun lalu ditargetkan dapat mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM) terutama minyak tanah dalam jumlah yang signifikan, yaitu sekitar Rp 30 triliun per tahun. Semula subsidi Rp 54 triliun per tahun. Untuk program konversi energi itu, menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, pemerintah telah membagikan lebih kurang dari 44 juta tabung gas ukuran 3 kilogram. "Survei di lapangan menemukan banyak selang dan sistem regulator yang cacat. Adapun dari sisi tabung gas tidak ditemukan masalah," ungkap Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI. Regulator adalah penghubung selang dan tabung gas yang berfungsi mengatur keluarnya gas ke kompor. Oleh karena itu, menurut Tulus, pemerintah harus mengevaluasi dan memeriksa kondisi system kompor dan tabung gas itu. Bila ada bagian cacat yang ditemui, maka produk tersebut harus segera ditarik dan diganti dengan yang sesuai standar.
Tidak sesuai SNI
Munculnya kasus ledakan tabung elpiji akibat kebocoran di selang dan regulator tabung gas mendorong Badan Standardisasi Nasional melakukan survei dan kajian penggunaan Standar  Nasional Indonesia (SNI) pada produk tersebut. Kepala BSN Bambang Setiadi menjelaskan, kajian pada tahun 2008 itu meliputi penelitian kelayakan tabung gas, selang, regulator, katup, dan kompor gas. Hasilnya, sebagian besar (66 persen) katup tabung gas baja tidak sesuai SNI. Data mendetail dipaparkan oleh B Dulbert Tampubolon, peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan BSN. Pengujian selang karet dilakukan untuk mengetahui parameter uji tegangan putus dan uji perpanjangan putus. ”Tidak ada sampel yang memenuhi syarat SNI,” ujarnya. Menurut Dulbert, risiko kebocoran pada selang terjadi karena faktor cuaca dan kelembaban. Karet di wilayah tropis lebih cepat rusak dibanding di iklim subtropis. Kelenturan karet berkurang dalam suhu panas. Padahal, banyak karet yang ada di pasaran berasal dari Negara subtropis, seperti China dan Korea. Banyak yang tak berstandar dan di bawah SNI. Kajian pada katup tabung gas adalah pengujian syarat konstruksi dan dimensi selain uji visual. Pada kompor gas, 50 persen di antaranya tidak memenuhi syarat SNI untuk ketahanan material pemantik (burner). Untuk regulator dan tabung gas, hanya 20 persen dan 7 persen yang tidak penuhi standar. SNI untuk lima komponen pada tabung dan kompor gas itu, ujar Dulbert, ditetapkan dengan mengacu pada standar Jerman dan Amerika Serikat. Pihak BSN meminta produsen bersangkutan melakukan evaluasi pada tingkat mutu bahan baku dan proses produksi terkait parameter uji yang tidak memenuhi persyaratan mutu SNI. Saat ini BSN tengah mengkaji kembali di lapangan, antara lain di Yogyakarta, Semarang, dan Samarinda. ”Akhir Agustus mendatang kajian ini selesai,” kata Dulbert
Faktor lain penyebab ledakan, menurut Tulus, adalah perilaku konsumen yang keliru. ”Ketika mencium bau gas, banyak konsumen malah menyalakan kompor untuk mengetes,” ujarnya. Padahal, saat tercium bau khas gas, langkah pertama adalah memadamkan semua yang berapi, seperti kompor, korek api, lampu penerangan, lampu senter, bahkan tombol listrik yang dalam  posisi ”on”. Tahap kedua, melepas regulator dari lubang tabung agar klep atau katup di ujung tabung itu tertutup otomatis. Berikutnya, membuka akses ke udara luar, seperti pintu, jendela, dan terutama ventilasi di bawah. Tiga hal itu perlu dilakukan karena sifat elpiji mudah meledak ketika terkena percikan api. Hal itu karena berat jenisnya lebih berat daripada udara. Dengan demikian, elpiji yang keluar dari regulator atau selang yang bocor akan mengendap ke lantai. Untuk menekan bertambahnya kasus elpiji meledak, pengetahuan mengenai cara penggunaan tabung dan kompor gas yang aman perlu lebih disosialisasikan. Selain itu, Tulus juga mengharapkan agar program konversi ini dilakukan secara terintegrasi oleh instansi terkait, bukan hanya oleh Pertamina.
E.PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Kasus ledakan tabung gas elpiji.
Kasus ledakan gas yang marak beberapa waktu lalu merupakan salah satu bentuk kasus masalah etis seputar konsumen. Pemerintah, walau sudah berusaha untuk mengurangi kejadian ini, tapi masih belum bisa meredam kejadian yang ada. Bukannya masyarakat semakin terpacu untuk mengkonversi energy tapi malah menjadi takut untuk melakukan konversi ini. Para pemasok gas tidak memperhatikan hal yang terjadi ini padahal ini sangat berdampak besar pada bisnis mereka  juga. Para pelaku bisnis dalam kaitan kasus ini masih mencurahkan perhatiannya terhadap  produk dan mendapatkan laba, dan bukan kepada konsumennya. Padahal konsumen adalah pemicu faktor terjualnya produk, tidak ada konsumen maka tidak akan ada penjualan yang terjadi dan perusahaan tidak akan mendapat laba jika tidak ada konsumen yang membeli produk mereka. Maka hendaknya perusahaan makin memperhatikan konsumennya dan tentunya memberikan hak yang sesuai kepada konsumennya. Seperti yang diucapkan oleh Presiden John F.Kennedy pada tahun 1962 kepada Kongres Amerika yang disebut “Special Message on Protecting the Consumer Interest”, dimana menetapkan 4 hak yang dimiliki setiap konsumen: the right to safety, the right to be informed, the right to choose, the right to be heard. Namun hak harus dimengerti secara luas sehingga ada 2 hak lagi yang dikemukan olehnya yaitu hak lingkungan hidup dan hak atas pendidikan.
•The right to safety (Hak atas keamanan)
Dalam kasus ini, pemerintah dan pelaku bisnis telah gagal memberikan hak atas keamanan kepada para konsumennya. Tabung gas yang berbahaya hingga menimbulkan ledakan dan dapat menyebabkan kematian. Mereka masih luput untuk memperkecil risiko atas keselamatan dari konsumen. Padahal konsumen berhak mendapatkan keamanan saat membeli produk dimana produk tersebut adalah produk yang tidak mempunyai kesalahan teknis atau kesalahan lainnya yang bisa merugikan kesehatannya atau bahkan membahayakan hidupnya. Maka itu dalam kasus ini, pelaku bisnis masih termasuk gagal dalam memberikan hak ini kepada konsumen dan hanya mementingkan laba semata.
•The right to be informed (Hak atas informasi)
Pemerintah sudah memenuhi hal ini tapi sayangnya kurang maksimal. Informasi yangdiberikan kepada masyarakat mencakup segala informasi yang relevan mengenai produk yang dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu, maupun bagaimana cara memakainya, maupun resiko yang menyertai pemakaiannya. Oleh karena itu, konsumen harus mendapat semua informasi yang benar. Sayangnya, sosialisasi pemerintah ke masyarakat masih belum dilakukan dengan baik karena banyaknya masyarakat yang tidak tahu cara penanganan terhadap gas elpiji yang benar terutama saat menemukan kebocoran pada tabung gas.
•The right to choose (Hak untuk memilih)
Dalam kasus ini, sebagai konsumen, mereka berhak memilih produk yang mereka beli sehingga konsumen semestinya boleh memilih dan meminta untuk mengecek tabung gas yang mereka beli, apakah mengalami kebocoran atau tidak.
•The right to be heard (Hak untuk didengarkan)
Tentunya akibat maraknya kasus tabung gas meledak, maka keluhan dari masyarakat tentunya harus ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah. Pemerintah harus benar-benar mendengarkan apa yang diinginkan oleh si konsumen sehingga pemerintah dapat menentukan tindakan yang tepat dan cepat terhadap penanganan kasus ini.
•Hak lingkungan hidup
Konsumen tentunya berhak untuk mendapatkan produk yang ramah terhadap lingkungan. Dalam konteks kasus, tabung gas yang meledak dapat menimbulkan pencemaran lingkungan selain menghancurkan lingkungan sekitarnya. Semestinya pemerintah dan pelaku bisnis juga mempertimbangkan efek samping ini, karena kalau tidak ditangani secara cepat akan berbahaya bagi masyarakat luas.
•Hak konsumen atas pendidikan
Konsumen memiliki hak, tapi ia juga harus menyadari akan hak tersebut. Bahkan menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik dan keluhannya, bila haknya dilanggar. Karena itu, konsumen punya hak untuk dididik secara positif ke arah itu. Dengan demikian, konsumen akan menjadi individu yang sadar dan kritis akan haknya. Dalam konteks ini, konsumen termasuk sudah menyadari hak mereka untuk menyatakan keluhan dan tuntutan terhadap pelaku bisnis akan hak yang semestinya mereka dapatkan. Konsumen Indonesia termasuk kritis dalam menuntut haknya walau tidak sepenuhnya dalam bentuk yang positif bahkan ada juga respon dalam bentuk yang negatif. Dalam kaitannya dengan masalah tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman, baik produsen dan konsumen memiliki tanggung jawab mereka masing-masing dalam hal penyediaan dan pemakaian produk. Oleh Karena itu, dalam konteks kasus tabung gas meledak ini, teori yang sesuai adalah teori perhatian semestinya..
Teori perhatian semestinya
memposisikan konsumen pada posisi yang lemah dan ini sesuai dengan kasus dimana konsumen memiliki pengetahuan yang lebih terbatas terhadap produk dibandingkan dengan produsen atau pelaku bisnis. Oleh karena itu, kepentingan konsumen harus selalu dinomorsatukan karena produsen atau pelaku bisnis berada dalam posisi yang lebih kuat  sehingga mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga konsumen supaya tidak mengalami kerugaian dari produk yang dibelinya walau tanggung jawab ini tidak tertera secara eksplisit. Pada kasus ini, konsumen yang membeli tabung gas dalam kemasan tabung 3 kg kebanyakan adalah masyarakat kecil yang notabene adalah masyarakat yang kebanyakan masih berpendidikan rendah. Mereka tentunya ada dalam posisi yang lemah karena ketidaktahuan mereka lebih tinggi dibanding masyarakat yang berpendidikan tinggi dan tentunya dibandingkan dengan para produsen yang tahu dengan baik mengenai produk tabung gas mereka. Oleh karena itu, produsen / pelaku bisnis harusnya memperhatikan dengan baik kualitas daripada tabung tersebut karena merupakan tanggung jawab mereka karena mereka punya pengetahuan yang lebih.
Teori ini dapat dikaitkan pula dengan norma-norma karena memiliki pandangan etika secara meluas. Antara lain norma-norma yang berhubungan adalah :

1.Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan atas teori deontologi
Konsumen harus diperlakukan sebagai tujuan bukan sarana. Dalam konteks ini, konsumen jangan diperlakukan sebagai sarana untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya, melainkan  produsen/pelaku bisnis/pemerintah memperlakukan konsumen dan juga masyarakat sebagai sesuatu yang penting dan harus diperhatikan karena mereka punya hak untuk dibantu jika mereka tidak bisa membantu dirinya sendiri karena posisi mereka yang lebih lemah. Dalam hal ini, produsen/pelaku bisnis/pemerintah masih kurang maksimal dalam menjalankan norma ini.
2.Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan pula atas teori utilitarianisme
Dimana apabila produsen/pelaku bisnis menjalankan kegiatan usahanya dengan benar termasuk  pemberian hak kepada konsumen secara benar maka setiap masyarakat yang merupakan konsumen akan beruntung dan tentunya senang (the greatest happiness of greatest numbers.)
3.Norma ini bisa juga dihubungkan dengan teori keadilan, khususnya menurut
Pandangan John Rawls, bahwa sebagai produsen/pelaku bisnis, kalau ada di posisi asali mereka dimana mereka dibalik selubung ketidaktahuan maka mereka akan memilih norma ini demi kepentingan diri sendiri = menempatkan pandangan mereka jika mereka merupakan konsumen sehingga mereka dapat secara adil menangani kasus tabung gas meledak itu. Tanggung jawab bisnis lainnya yang harus diperhatikan produsen terhadap konsumen adalah bahwa produsen harus bertanggung jawab terhadap harga dan kualitas produknya. Tabung gas di masyarakat tidak bisa dibilang murah ataupun mahal tapi bukan dengan begitu kualitasnya juga setengah-setengah. Malah mereka harus memperhatikan dengan baik kualitas dari produknya yang nantinya akan disampaikan ke masyarakat. Dalam konteks kasus, pemerintah menyatakan bahwa mereka menyesuaikan dengan standar Jerman dan Amerika Serikat tapi lucunya, yang terlihat secara nyata adalah kualitas standar dari produk tersebut adalah jauh dibawah kedua negara tersebut. Tabung gas yang meledak merupakan bukti nyata bahwa pemerintah gagal dalam memperhatikan kualitas produk yaitu tabung gas yang justru sedang mereka sosialisasikan sebagai program konversi energi. Bahkan ketika sampai di pelaku bisnis atau agen gas, perlakuan si agen gas terhadap produk tidak perhatikan secara baik sehingga malah mengurangi kualitas dari produk tabung gas itu sendiri seperti misalnya, tabung gas yang sampai didepot agen gas dipindahkan secara kasar dengan digulingkan saat dipindahkan dan penempatannya tidak tepat yang justru membahayakan bagi si produsen maupun konsumen itu sendiri. Padahal kualitaslah yang menentukan kesuksesan dari program pemerintah dan si pelaku bisnis itu sendiri. Oleh karena itu, baik harga dan kualitas yang didapat masyarakat akan tabung gas tersebut tidaklah imbang/adil dan bahkan bermasalah sehingga pemerintah perlu lebih giat lagi untuk memacu perlakuan standar yang nyata secara benar.



0 komentar:

Posting Komentar

Next Prev
▲Top▲