MASALAH
ETIS SEPUTAR KONSUMEN
B.CONTOH KASUS
Contoh yang kami
ambil adalah mengenai kasus –kasus masalah etika bisnis menyangkut
konsumen yaitu :
Kasus Ledakan gas elpiji yang beberapa waktu lalu ramai menjadi berita.
C.MASALAH ETIS SEPUTAR KONSUMEN
I.Perhatian untuk
konsumen
Kesadaran
akan kewajiban bisnis terhadap para konsumen belum begitu lama timbul dalam
dunia bisnis dan di banyak tempat belum berakar dalam dan belum begitu kuat .
Suatu bisnis dimulai dengan mencurahkan segala perhatianya kepada produk yang
dihasilkan bukan kepada konsumen .
Hak
– hak konsumen yang dipandang sebagai jalan masuk yang tepat dalam masalah etis
seputar konsumen sangat diperlukan . Hak – hak tersebut adalah sebagai berikut:
•Hak atas Keamanan
Banyak
produk mengandung risiko tertentu untuk konsumen, khususnya risiko untuk
kesehatandan keselamatan. Sebagai contoh dapat disebut pestisida, obat-obatan,
makanan, dan lainnya. Salah satu contohnya, Pestisida yang dipakai oleh petani
bisa menimbulkan risiko untuk kesehatan untuk si petani apabila menghirup bahan
kimia tersebut. Obat bisa mempunyai efek samping yang tidak terduga oleh
konsumen. Makanan bisa mengandung zat pengawet atau zat pewarna yang dapat
merugikan kesehatan konsumen dengan misalnya—mengakibatkan penyakit kanker.
Oleh karena itu, konsumen memiliki hak atas produk yang aman, artinya produk
yang tidak mempunyai kesalahan teknis atau kesalahan lainnya yang bisa
merugikankesehatannya atau bahkan membahayakan hidupnya. Bila sebuah produk
karena hakikatnya selalu mengandung risiko, maka risiko itu harus dibatasi
sampai tingkat seminimal mungkin.
•Hak atas Informasi
Konsumen
berhak mengetahui segala informasi yang relevan yang mengenai produk
yangdibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu (bahan bakunya, umpamanya), maupun
bagaimana cara memakainya, maupun juga risiko yang menyertai pemakaiannya. Hak
inimeliputi segala aspek pemasaran dan periklanan. Jika suatu produk diberi
garansi untuk jangka waktu tertentu, segala syarat dan konsekuensinya harus
dijelaskan secara lengkap. Semua informasi yang disebut pada label sebuah
produk haruslah benar: isinya, beratnya, tanggal kadaluarsa, ciri-ciri khusus,
dan sebagainnya. Informasi yang relevan seperti “Makanan ini halal untuk umat
Islam” atau “Makanan ini tidak mengandung kolesterol” harus sesuai dengan kebenaran.
•Hak untuk memilih
Walaupun
hak pertama dan kedua tadi bisa dianggap paling penting, masih ada hak lain
yang pantas dimiliki konsumen. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, di mana
kompetisi merupakan unsure hakiki, konsumen berhak untuk memilih antara
pembagai produk dan jasa yang ditawarkan. Kualitas dan harga produk bisa
berbeda. Konsumen berhak untuk membandingkannya, sebelum mengambil keputusan
untuk membeli.
•Hak untuk didengarkan
Karena
konsumen adalah orang yang menggunakan produk dan jasa, ia berhak bahwa keinginannya
tentang produk dan jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan, terutama keluhannya.
Hal itu berarti juga bahwa para konsumen harus dikonsultasikan, jika pemerintah
ingin membuat peraturan atau UU yang menyangkut produk dan jasa tersebut. Hak
konsumen ini tidak boleh dimengerti sebagai hak dalam arti sempit. Hak-hak ini
bukan merupakan hak legal yang dapat dituntut di pengadilan. Hak – hak konsumen
ini hendaknya dipahami sebagai cita-cita atau tujuan yang harus direalisasikan
dalam masyarakat. Dapat dikatakan pula bahwa empat hak tadi menggambarkan
secara lengkap posisi konsumen terhadap produsen. Sedikitnya dua hak telah ditambahkan
dari pernyataan oleh Presiden John F.Kennedy antara lain adalah:
•Hak lingkungan hidup
Melalui
produk yang digunakannya, konsumen memanfaatkan sumber daya alam. Ia berhak
bahwa produk yang dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan
pencemaran lingkungan atau merugikan keberlanjutan proses-proses alam. Konsumen
boleh menuntut bahwa dengan memanfaatkan produk ia tidak akan mengurangi
kualitas kehidupan di bumi ini. Dengan kata lain, konsumen berhak akan produk
yang ramah lingkungan.
•Hak
konsumen atas pendidikan
Tidak
cukup hanya dengan konsumen memiliki hak, tetapi konsumen tersebut juga harus menyadari
haknya. Bahkan menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan
kritik atau keluhannya, bila haknya dilanggar. Karena itu konsumen mempunyai
hak juga untuk secara positif dididik kearah itu. Terutama di sekolah dan media
massa, masyarakat harus dipersiapkan menjadi konsumen kritis dan sadar akan
haknya. Dengan demikian ia sanggup memberikan sumbangan yang bearti kepada mutu
kehidupan ekonomi dan mutu bisnis pada umumnya.
Semua
hak ini juga ada terdapat pada UU tentang perlindungan konsumen yang dimiliki
Indonesia semenjak April 1999, ditambah dengan beberapa hak lain seperti hak
untuk mendapatkan advokasi serta perlindungan dan hak untuk mendapatkan ganti
rugi atau penggantian bila produk tidak dalam keadaan semestinya. Hanya bisa
disayangkan bahwa hak lingkungan hidup tidak disebut. Mungkin hal itu menunjukkan
masih rendahnya kesadaran lingkungan hidup di masyarakat kita. Seharusnya hak
lingkungan hidup menjadi salah satu hak konsumen yang paling mendesak, sebab
hak-hak lain lebih mudah terlindungi, padahal hak ini menyangkut masa depan
kita bersama.
II.Tanggung jawab
bisnis untuk menyediakan produk yang aman.
Topik
ini disebut juga sebagai product liability pada literature etika bisnis
Amerika. Hal ini menyinggung mengenai apakah produsen bertanggung jawab, bila
produknya mengakibatkan kerugian bagi konsumen dan kalau memang begitu, apa
yang menjadi dasar teoritis untuk tanggung jawab tersebut. Untuk mendasarkan
tanggung jawab produsen, telah dikemukakan tiga teori yang mengandung nuansa
yang berbeda: teori kontrak, teori perhatian semestinya, dan teori biaya
social. Tiga pandangan ini menyediakan dasar teoritis bagi pendekatan etis
maupun yuridis mengenai hubungan produsen-konsumen, khusus dalam hal tanggung
jawab atas produk yang ditawarkan oleh produsen dan dibeli oleh konsumen.
•Teori Kontrak
Menurut
pandangan ini hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya dilihat sebagai semacam
kontrak dan kewajiban produsen terhadap konsumen didasarkan atas kontrak itu. Dimana
konsumen membeli produk, ia seolah-olah mengadakan kontrak dengan perusahaan yang
menjualnya. Perusahaan dengan tahu dan mau menyerahkan produk dengan ciri-ciri tertentu
kepada si pembeli dan si pembeli membayar jumlah uang yang disetujui. Karena kontrak
diadakan secara bebas, produsen berkewajiban menyampaikan produk dengan
ciri-ciri tersebut (bukan sesuatu yang berbeda) dan si konsumen berhak
memperoleh produk itu setelah sejumlah uang dilunasi menurut cara pembayaran
yang telah disepakati. Kontrak yang dibuat antara si produsen dengan konsumen
harus sah dan untuk menjadi sah, kontrak harus memenuhi beberapa syarat. Ada
tiga syarat yaitu pertama, kedua belah pihak harus mengetahui betul baik arti
kontrak maupun sifat-sifat kontrak. Kedua, antara kedua belah pihak harus
melukiskan dengan benar fakta yang menjadi objek kontrak. Ketiga, tidak boleh terjadi,
kedua belah pihak mengadakan kontrak karena dipaksa atau karena pengaruh yang kurang
wajar seperti ancaman. Karena merupakan kontrak, transaksi jual-beli mengandung
hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak, baik produsen maupun konsumen. Jika
dipandang khusus dari segi produsen, bisa dikatakan bahwa bisnis mempunyai
kewajiban-kewajiban berikut. Kewajiban paling penting adalah melaksanakan
kontrak sesuai dengan ketentuannya. Lalu kewajiban lainnya adalah menjamin agar
produk mempunyai ciri-ciri yang diharapkan konsumen dimana produk: harus bisa
diandalkan, berarti berfungsi seperti semestinya; dapat digunakan selama
periode waktu yang diharapkan; dapat dipelihara atau diperbaiki bila rusak;
aman dan tidak membahayakan kesehatan atau keselamatan si pemakai. Tidak
seluruhnya hubungan produsen-konsumen selalu berlangsung dalam kerangka
kontrak. Sehingga ada tiga keberatan menyangkut teori ini:
a)Teori
kontrak mengandaikan bahwa produsen dan konsumen berada pada taraf yang sama.
Tetapi
pada kenyataannya tidak terdapat persamaan antara produsen dan konsumen,
khususnya dalam konteks bisnis modern. Produsen mengenal seluk-beluk dari satu
produk saja atau sejumlah produk. Sedangkan konsumen menghadapi banyak sekali
produk sejenis sekaligus. Ia tidak mempunyai keahlian maupun waktu untuk
membandingkan dan memeriksa semua produk itu satu demi satu dan bergantung pada
informasi dan bonafiditas pihak produsen. Prinsip “hendaklah si pembeli
berhati-hati” tidak mungkin berfungsi sebagai satu-satunya prinsip dalam relasi
produsen-konsumen.
b)Kritik
kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandaikan hubungan langsung antara
produsen dan konsumen padahal konsumen pada kenyataannya jarang sekali
berhubungan langsung dengan produsen. Hampir selalu antara produsen dan konsumen
terdapat jaringan luas yang terdiri atas pemasok, distributor, dan pengecer.
c)Konsepsi
kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik.
Kalau
perlindungan terhadap konsumen hanya bergantung pada ketentuan dalam kontrak, maka
bisa saja terjadi bahwa konsumen terlanjur menyetujui kontrak jual-beli,
padahal di situ tidak terjamin bahwa produk bisa diandalkan, akan berumur lama,
akan bersifat aman, dan sebagainya. Bila konsumen dengan “bebas” mengadakan
kontrak jual-beli, hal itu belum berarti juga bahwa perlindungan konsumen sudah
terlaksana.
•Teori Perhatian
Semestinya
Pandangan
ini disebut juga sebagai the due care theory dan diartikan dengan penekanan
pada kata perhatian yang harus dipahami sebagai perhatian yang efektif dan
bersedia mengambil tindakan seperlunya. Pandangan ini menyatakan bahwa konsumen
selalu berada pada posisi lemah, karena produsen mempunyai jauh lebih banyak
pengetahuan dan pengalaman tentang produk yang tidak dimiliki oleh konsumen.
Kepentingan konsumen di sini dinomorsatukan. Karena produsen berada dalam
posisi yang lebih kuat dalam menilai produk, ia mempunyai kewajiban menjaga
agar si konsumen tidak mengalami kerugian dari produk yang dibelinya. Produsen
bertanggung jawab atas kerugian yang dialami si konsumen dengan memakai produk,
walaupun tanggung jawab itu tidak tertera dalam kontrak jual-beli atau bahkan
disangkal secara eksplisit. Teori ini memfokuskan pada kualitas produk serta
tanggung jawab produsen. Karena itu tekanannya bukan pada segi hukum saja
tetapi juga pada etika dalam arti luas. Norma dasar yang melandasi pandangan ini adalah bahwa
seseorang tidak boleh merugikan orang lain dengan kegiatannya. Norma ini dapat
diberi fondasi lagi, baik dalam teori etika yang disebut deontology (dan teori
hak) , utilitarianisme, maupun teori keadilan. Semua usaha untuk membenarkan
norma “tidak merugikan” ini dapat diterima, sehungga teori ini memiliki basis yang
teguh. Pendasaran berbeda-beda itu dapat di uraikan sebagai berikut :
a)
Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan atas teori deontology (dan teori hak).
Sebab, kita selalu harus memperlakukan orang lain sebagai tujuan pada dirinya
dan tidak pernah boleh memperlakukan dia sebagai sarana belaka. Karena itu
orang lain mempunyai hak positif untuk dibantu, jika ia tidak bisa membantu
dirinya. Produsen yang tidak memperhatikan konsumen, akan mengorbankan dia pada
tujuannya sendiri.
b)Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan pula
atas teori utilitarianisme, khususnya utilitarianisme aturan, karena jika norma
ini diterima, setiap orang dalam masyarakat akan beruntung.
c)Akhirnya,
norma ini didasarkan juga atas teori keadilan, khususnya menurut pandangan John
Rawls. Sebab, dalam original position di mana kita berada dibalik veil of ignorance kita akan memilih norma ini demi
kepentingan diri sendiri. Pandangan ini bukannya tidak memiliki kelemahan. Ada
dua kelemahan yaitu pertama, tidak gampang untuk menentukan apa artinya
“semestinya”, bila kita katakan bahwa produsen harus memberikan “perhatian
semestinya”. Kedua, produsen memang tahu lebih banyak tentang suatu produk
daripada konsumen, tetapi pada akhirnya pengetahuannya terbatas juga. Produsen
tidak selalu mengetahui semua akibat negative sebuah produk. Kadang-kadang
terjadi, akibat negative sebuah produk baru tampak setelah lama dipakai.
•Teori Biaya Sosial
Teori
ini menegaskan bahwa produsen bertanggung jawab atas semua kekurangan produk
dan setiap kerugian yang dialami konsumen dalam memakai produk tersebut. Hal
itu berlaku juga, jika produsen sudah mengambil semua tindakan yang semestinya
dalam merancang serta memproduksi produk bersangkutan atau jika mereka sudah
memperingatkan konsumen tentang risiko yang berkaitan dengan pemakaian produk.
Menurut para pendukung teori ini semua akibat negative dari produk harus
dibebankan kepada produsen. Hal itu mereka lihat sebagai satu-satunya cara
untuk memaksakan para produsen membuat produk-produk yang aman saja. Teori ini
merupakan dasar bagi ajaran hukum ynag disebut strict liability (tanggung jawab
ketat). Ada beberapa kritik yang dikemukakan terhadap teori ini yaitu pertama,
teori ini tampaknya kurang adil, karena mengganggap orang bertanggung jawab
atas hal-hal yang tidak diketahui atau tidak bisa dihindarkan. Menurut keadilan
kompensatoris, orang harus bertanggung jawab atas akibat perbuatannya yang
diketahui dapat terjadi dan bisa dicegah olehnya. Hanya atas syarat ini orang
harus memberi ganti rugi. Kedua, teori ini membawa kerugian ekonomis. Bila dipraktekkan,
produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap klaim kerugian dan biaya asuransi
itu bisa menjadi begitu tinggi, sehingga tidak terpikul lagi oleh banyak
perusahaan. Ketiga, sepintas memang teori ini merupakan teori terbaik untuk
melindungi konsumen tetapi pada
kenyataannya, konsumen malah dirugikan kalau teori ini dipraktekkan. Akan
banyak tuntutan ganti rugi sehingga produk jadi mahal dan juga teori ini kurang
memperhatikan tanggung jawab konsumen sendiri, padahal konsumen juga semestinya
bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri atas pemakaian produk yang misalnya
telah diperingatkan sebelumnya oleh produsen.
III.Tanggung jawab
bisnis lainnya terhadap konsumen.
Ada
tiga kewajiban moral lainnya pada konsumen yang berkaitan dengan kualitas
produk, harga, dan pemberian label serta pengemasan.
•Kualitas produk
Kualitas
produk yang dimaksudkan adalah bahwa produk sesuai dengan apa yang dijanjikan oleh
produsen dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen. Konsumen
berhak atas produk yang berkualitas, karena mereka membayar lebih untuk itu.
Produsen berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas , misalnya
produk yang tidak kadaluarsa. Salah satu cara yang biasa ditempuh untuk
menjamin kualitas adalah memberikan garansi: garansi eksplisit dan garansi
implicit. Garansi eksplisit kalau terjamin begitu saja dalam keterangan yang
menyertai produk. Biasanya garansi ini menyangkut cirri-ciri produk, masa
pemakaian, kemampuannya, dan sebagainya. Bila produk rusak dalam jangka waktu
tertentu, si penjual melibatkan diri untuk memperbaikinya atau menggantikannya
dengan produk baru. Garansi bersifat implicit, kalau secara wajar bisa
diandaikan, sekalipun tidak dirumuskan dengan terang-terangan. Hal ini terjadi,
bila dalam iklan atau promosi tentang produk dibuat janji tertentu atau bila
konsumen mempunyai harapan sesuai dengan hakikat produk.
•Harga
Harga
yang ditekankan disini adalah harga yang adil dimana sudah merupakan kenyataan ekonomis
yang sangat kompleks dan ditentukan oleh banyak faktor sekaligus. Harga
merupakan buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya
investasi, promosi, pajak, ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi
pasar bebas, sepintas lalu rupanya harga yang adil adalah hasil akhir dari
perkembangan daya-daya pasar. Tapi bukan hanya pasar jaga merupakan
satu-satunya prinsip untuk menetapkan harga yang adil, sebagaimana yang dipikirkan
pada liberalism. Agar menjadi adil, harga tidak boleh merupakan buah hasil mekanisme
pasar yang murni. Ada beberapa alasan, pertama, pasar praktis tidak pernah sempurna.
Kedua, disini juga para konsumen sering kali dalam posisi lemah untuk
membandingkan harga serta menganalisis semua faktor yang turut menentukan
turunnya harga. Ketiga, alasan terpenting adalah bahwa cara menentukan harga
menurut mekanisme pasar saja bisa mengakibatkan fluktuasi harga terlalu besar
sehingga stabilitas harga tidak terjaga padahal hal tersebut penting.
•Pengemasan dan
pemberian label
Pengemasan
produk dan label yang ditempelkan pada produk merupakan aspek bisnis yang semakin
penting. Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan
produk dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan produk,
terutama di era modern ini. Pengemasan dibuat semenarik mungkin untuk meraih
banyak pembeli, selain itu pengemasan dan label juga memberi informasi tentang
produk sehingga pengemasan dan labeldapat menimbulkan masalah etis. Dalm
konteks ini tuntutan etis yang pertama ialah bahwa informasi yang disebut pada
kemasan itu benar. Tuntutan etis lainnya adalah bahwa pengemasan tidak boleh
menyesatkan konsumen. Misalnya, kemasannya terlihat besar tapi isinya
tidak banyak / kecil/ tidak sesuai
kemasannya. Tidak selalu dapat dipastikan dengan tepat kapan cara pengemasan
bisa dianggap menyesatkan. Karena sulit menarik garis batas toleransi akan kemasan
yang menyesatkan, konsumen tetap kritis dalam memantau masalah etis ini dan instansi
pemerintah selalu mendukung pengembangan sikap kritis konsumen.
D.CONTOH KASUS
Kasus Ledakan Tabung
Gas Elpiji
Ledakan
elpiji pada penggunaan tabung gas berukuran tiga kilogram masih kerap kali
terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Kasus itu muncul sejak penggunaan
sarana penunjang kompor gas itu diperkenalkan tahun 2008. Apakah yang salah
dengan sistem tabung tersebut? Introduksi penggunaan gas petroleum cair (LPG
atau elpiji) dua tahun lalu ditargetkan dapat mengurangi subsidi bahan bakar
minyak (BBM) terutama minyak tanah dalam jumlah yang signifikan, yaitu sekitar
Rp 30 triliun per tahun. Semula subsidi Rp 54 triliun per tahun. Untuk program
konversi energi itu, menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, pemerintah
telah membagikan lebih kurang dari 44 juta tabung gas ukuran 3 kilogram. "Survei
di lapangan menemukan banyak selang dan sistem regulator yang cacat. Adapun
dari sisi tabung gas tidak ditemukan masalah," ungkap Tulus Abadi,
Pengurus Harian YLKI. Regulator adalah penghubung selang dan tabung gas yang
berfungsi mengatur keluarnya gas ke kompor. Oleh karena itu, menurut Tulus,
pemerintah harus mengevaluasi dan memeriksa kondisi system kompor dan tabung
gas itu. Bila ada bagian cacat yang ditemui, maka produk tersebut harus segera
ditarik dan diganti dengan yang sesuai standar.
Tidak sesuai SNI
Munculnya
kasus ledakan tabung elpiji akibat kebocoran di selang dan regulator tabung gas
mendorong Badan Standardisasi Nasional melakukan survei dan kajian penggunaan
Standar Nasional Indonesia (SNI) pada
produk tersebut. Kepala BSN Bambang Setiadi menjelaskan, kajian pada tahun 2008
itu meliputi penelitian kelayakan tabung gas, selang, regulator, katup, dan
kompor gas. Hasilnya, sebagian besar (66 persen) katup tabung gas baja tidak
sesuai SNI. Data mendetail dipaparkan oleh B Dulbert Tampubolon, peneliti di
Pusat Penelitian dan Pengembangan BSN. Pengujian selang karet dilakukan untuk
mengetahui parameter uji tegangan putus dan uji perpanjangan putus. ”Tidak ada
sampel yang memenuhi syarat SNI,” ujarnya. Menurut Dulbert, risiko kebocoran
pada selang terjadi karena faktor cuaca dan kelembaban. Karet di wilayah tropis
lebih cepat rusak dibanding di iklim subtropis. Kelenturan karet berkurang
dalam suhu panas. Padahal, banyak karet yang ada di pasaran berasal dari Negara
subtropis, seperti China dan Korea. Banyak yang tak berstandar dan di bawah
SNI. Kajian pada katup tabung gas adalah pengujian syarat konstruksi dan
dimensi selain uji visual. Pada kompor gas, 50 persen di antaranya tidak
memenuhi syarat SNI untuk ketahanan material pemantik (burner). Untuk regulator
dan tabung gas, hanya 20 persen dan 7 persen yang tidak penuhi standar. SNI
untuk lima komponen pada tabung dan kompor gas itu, ujar Dulbert, ditetapkan
dengan mengacu pada standar Jerman dan Amerika Serikat. Pihak BSN meminta
produsen bersangkutan melakukan evaluasi pada tingkat mutu bahan baku dan
proses produksi terkait parameter uji yang tidak memenuhi persyaratan mutu SNI.
Saat ini BSN tengah mengkaji kembali di lapangan, antara lain di Yogyakarta,
Semarang, dan Samarinda. ”Akhir Agustus mendatang kajian ini selesai,” kata
Dulbert
Faktor
lain penyebab ledakan, menurut Tulus, adalah perilaku konsumen yang keliru.
”Ketika mencium bau gas, banyak konsumen malah menyalakan kompor untuk
mengetes,” ujarnya. Padahal, saat tercium bau khas gas, langkah pertama adalah
memadamkan semua yang berapi, seperti kompor, korek api, lampu penerangan,
lampu senter, bahkan tombol listrik yang dalam posisi ”on”. Tahap kedua, melepas regulator
dari lubang tabung agar klep atau katup di ujung tabung itu tertutup otomatis.
Berikutnya, membuka akses ke udara luar, seperti pintu, jendela, dan terutama ventilasi
di bawah. Tiga hal itu perlu dilakukan karena sifat elpiji mudah meledak ketika
terkena percikan api. Hal itu karena berat jenisnya lebih berat daripada udara.
Dengan demikian, elpiji yang keluar dari regulator atau selang yang bocor akan
mengendap ke lantai. Untuk menekan bertambahnya kasus elpiji meledak,
pengetahuan mengenai cara penggunaan tabung dan kompor gas yang aman perlu
lebih disosialisasikan. Selain itu, Tulus juga mengharapkan agar program
konversi ini dilakukan secara terintegrasi oleh instansi terkait, bukan hanya
oleh Pertamina.
E.PEMBAHASAN DAN
ANALISIS
Kasus ledakan tabung
gas elpiji.
Kasus
ledakan gas yang marak beberapa waktu lalu merupakan salah satu bentuk kasus
masalah etis seputar konsumen. Pemerintah, walau sudah berusaha untuk
mengurangi kejadian ini, tapi masih belum bisa meredam kejadian yang ada.
Bukannya masyarakat semakin terpacu untuk mengkonversi energy tapi malah menjadi
takut untuk melakukan konversi ini. Para pemasok gas tidak memperhatikan hal
yang terjadi ini padahal ini sangat berdampak besar pada bisnis mereka juga. Para pelaku bisnis dalam kaitan kasus
ini masih mencurahkan perhatiannya terhadap produk dan mendapatkan laba, dan bukan kepada
konsumennya. Padahal konsumen adalah pemicu faktor terjualnya produk, tidak ada
konsumen maka tidak akan ada penjualan yang terjadi dan perusahaan tidak akan
mendapat laba jika tidak ada konsumen yang membeli produk mereka. Maka
hendaknya perusahaan makin memperhatikan konsumennya dan tentunya memberikan
hak yang sesuai kepada konsumennya. Seperti yang diucapkan oleh Presiden John
F.Kennedy pada tahun 1962 kepada Kongres Amerika yang disebut “Special Message
on Protecting the Consumer Interest”, dimana menetapkan 4 hak yang dimiliki
setiap konsumen: the right to safety, the right to be informed, the right to
choose, the right to be heard. Namun hak harus dimengerti secara luas sehingga
ada 2 hak lagi yang dikemukan olehnya yaitu hak lingkungan hidup dan hak atas
pendidikan.
•The right to safety (Hak
atas keamanan)
Dalam
kasus ini, pemerintah dan pelaku bisnis telah gagal memberikan hak atas keamanan
kepada para konsumennya. Tabung gas yang berbahaya hingga menimbulkan ledakan
dan dapat menyebabkan kematian. Mereka masih luput untuk memperkecil risiko atas
keselamatan dari konsumen. Padahal konsumen berhak mendapatkan keamanan saat membeli
produk dimana produk tersebut adalah produk yang tidak mempunyai kesalahan teknis
atau kesalahan lainnya yang bisa merugikan kesehatannya atau bahkan membahayakan
hidupnya. Maka itu dalam kasus ini, pelaku bisnis masih termasuk gagal dalam
memberikan hak ini kepada konsumen dan hanya mementingkan laba semata.
•The right to be
informed (Hak atas informasi)
Pemerintah
sudah memenuhi hal ini tapi sayangnya kurang maksimal. Informasi yangdiberikan
kepada masyarakat mencakup segala informasi yang relevan mengenai produk yang
dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu, maupun bagaimana cara memakainya, maupun
resiko yang menyertai pemakaiannya. Oleh karena itu, konsumen harus mendapat
semua informasi yang benar. Sayangnya, sosialisasi pemerintah ke masyarakat masih
belum dilakukan dengan baik karena banyaknya masyarakat yang tidak tahu cara
penanganan terhadap gas elpiji yang benar terutama saat menemukan kebocoran
pada tabung gas.
•The right to choose (Hak
untuk memilih)
Dalam
kasus ini, sebagai konsumen, mereka berhak memilih produk yang mereka beli sehingga
konsumen semestinya boleh memilih dan meminta untuk mengecek tabung gas yang
mereka beli, apakah mengalami kebocoran atau tidak.
•The right to be heard
(Hak untuk didengarkan)
Tentunya
akibat maraknya kasus tabung gas meledak, maka keluhan dari masyarakat tentunya
harus ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah. Pemerintah harus benar-benar
mendengarkan apa yang diinginkan oleh si konsumen sehingga pemerintah dapat menentukan
tindakan yang tepat dan cepat terhadap penanganan kasus ini.
•Hak lingkungan hidup
Konsumen
tentunya berhak untuk mendapatkan produk yang ramah terhadap lingkungan. Dalam
konteks kasus, tabung gas yang meledak dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
selain menghancurkan lingkungan sekitarnya. Semestinya pemerintah dan pelaku
bisnis juga mempertimbangkan efek samping ini, karena kalau tidak ditangani secara
cepat akan berbahaya bagi masyarakat luas.
•Hak konsumen atas
pendidikan
Konsumen
memiliki hak, tapi ia juga harus menyadari akan hak tersebut. Bahkan menyadari
hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik dan keluhannya,
bila haknya dilanggar. Karena itu, konsumen punya hak untuk dididik secara
positif ke arah itu. Dengan demikian, konsumen akan menjadi individu yang sadar
dan kritis akan haknya. Dalam konteks ini, konsumen termasuk sudah menyadari
hak mereka untuk menyatakan keluhan dan tuntutan terhadap pelaku bisnis akan
hak yang semestinya mereka dapatkan. Konsumen Indonesia termasuk kritis dalam
menuntut haknya walau tidak sepenuhnya dalam bentuk yang positif bahkan ada
juga respon dalam bentuk yang negatif. Dalam kaitannya dengan masalah tanggung
jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman, baik produsen dan konsumen
memiliki tanggung jawab mereka masing-masing dalam hal penyediaan dan pemakaian
produk. Oleh Karena itu, dalam konteks kasus tabung gas meledak ini, teori yang
sesuai adalah teori perhatian semestinya..
Teori perhatian
semestinya
memposisikan
konsumen pada posisi yang lemah dan ini sesuai dengan kasus dimana konsumen
memiliki pengetahuan yang lebih terbatas terhadap produk dibandingkan dengan
produsen atau pelaku bisnis. Oleh karena itu, kepentingan konsumen harus selalu
dinomorsatukan karena produsen atau pelaku bisnis berada dalam posisi yang
lebih kuat sehingga mereka memiliki
tanggung jawab untuk menjaga konsumen supaya tidak mengalami kerugaian dari
produk yang dibelinya walau tanggung jawab ini tidak tertera secara eksplisit. Pada
kasus ini, konsumen yang membeli tabung gas dalam kemasan tabung 3 kg
kebanyakan adalah masyarakat kecil yang notabene adalah masyarakat yang
kebanyakan masih berpendidikan rendah. Mereka tentunya ada dalam posisi yang
lemah karena ketidaktahuan mereka lebih tinggi dibanding masyarakat yang
berpendidikan tinggi dan tentunya dibandingkan dengan para produsen yang tahu
dengan baik mengenai produk tabung gas mereka. Oleh karena itu, produsen /
pelaku bisnis harusnya memperhatikan dengan baik kualitas daripada tabung tersebut
karena merupakan tanggung jawab mereka karena mereka punya pengetahuan yang lebih.
Teori
ini dapat dikaitkan pula dengan norma-norma karena memiliki pandangan etika
secara meluas. Antara lain norma-norma yang berhubungan adalah :
1.Norma
“tidak merugikan” bisa didasarkan atas teori deontologi
Konsumen
harus diperlakukan sebagai tujuan bukan sarana. Dalam konteks ini, konsumen
jangan diperlakukan sebagai sarana untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya,
melainkan produsen/pelaku
bisnis/pemerintah memperlakukan konsumen dan juga masyarakat sebagai sesuatu
yang penting dan harus diperhatikan karena mereka punya hak untuk dibantu jika
mereka tidak bisa membantu dirinya sendiri karena posisi mereka yang lebih lemah.
Dalam hal ini, produsen/pelaku bisnis/pemerintah masih kurang maksimal dalam menjalankan
norma ini.
2.Norma
“tidak merugikan” bisa didasarkan pula atas teori utilitarianisme
Dimana
apabila produsen/pelaku bisnis menjalankan kegiatan usahanya dengan benar
termasuk pemberian hak kepada konsumen
secara benar maka setiap masyarakat yang merupakan konsumen akan beruntung dan
tentunya senang (the greatest happiness of greatest numbers.)
3.Norma
ini bisa juga dihubungkan dengan teori keadilan, khususnya menurut
Pandangan
John Rawls, bahwa sebagai produsen/pelaku bisnis, kalau ada di posisi asali mereka
dimana mereka dibalik selubung ketidaktahuan maka mereka akan memilih norma ini
demi kepentingan diri sendiri = menempatkan pandangan mereka jika mereka merupakan
konsumen sehingga mereka dapat secara adil menangani kasus tabung gas meledak
itu. Tanggung jawab bisnis lainnya yang harus diperhatikan produsen terhadap
konsumen adalah bahwa produsen harus bertanggung jawab terhadap harga dan
kualitas produknya. Tabung gas di masyarakat tidak bisa dibilang murah ataupun
mahal tapi bukan dengan begitu kualitasnya juga setengah-setengah. Malah mereka
harus memperhatikan dengan baik kualitas dari produknya yang nantinya akan
disampaikan ke masyarakat. Dalam konteks kasus, pemerintah menyatakan bahwa
mereka menyesuaikan dengan standar Jerman dan Amerika Serikat tapi lucunya,
yang terlihat secara nyata adalah kualitas standar dari produk tersebut adalah
jauh dibawah kedua negara tersebut. Tabung gas yang meledak merupakan bukti
nyata bahwa pemerintah gagal dalam memperhatikan kualitas produk yaitu tabung
gas yang justru sedang mereka sosialisasikan sebagai program konversi energi.
Bahkan ketika sampai di pelaku bisnis atau agen gas, perlakuan si agen gas
terhadap produk tidak perhatikan secara baik sehingga malah mengurangi kualitas
dari produk tabung gas itu sendiri seperti misalnya, tabung gas yang sampai
didepot agen gas dipindahkan secara kasar dengan digulingkan saat dipindahkan
dan penempatannya tidak tepat yang justru membahayakan bagi si produsen maupun
konsumen itu sendiri. Padahal kualitaslah yang menentukan kesuksesan dari
program pemerintah dan si pelaku bisnis itu sendiri. Oleh karena itu, baik
harga dan kualitas yang didapat masyarakat akan tabung gas tersebut tidaklah
imbang/adil dan bahkan bermasalah sehingga pemerintah perlu lebih giat lagi
untuk memacu perlakuan standar yang nyata secara benar.
0 komentar:
Posting Komentar